Sebuah Tanya - Soe Hok-Gie
akhirnya semua akan tiba
pada pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui.
Apakah kau masih berbicara selembut dahulu
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku.
(kabut tipis pun turun pelan-pelan
di lembah kasih, lembah Mandalawangi
kau dan aku tegak berdiri
melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
apakah kau masih membelaiku selembut dahulu
ketika kudekap kau
dekaplah lebih mesra, lebih dekat.
(lampu-lampu berkedipan di Jakarta yang sepi
kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya
kau dan aku berbicara
tanpa kata, tanpa suara
ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
apakah kau masih akan berkata
kudengar derap jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta
(haripun menjadi malam
Kulihat semuanya menjadi muram
Wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara
dalam bahasa yang tidak kita mengerti
Seperti kabut pagi itu)
manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan
dan harapan-harapan bersama hidup yang begitu biru.
Selasa, 1 April 1969
- Soe Hok-Gie
dikutip seperti dalam buku "Soe Hok-Gie Sekali Lagi: Buku, Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya" cetakan ke-2, Januari 2010; diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia
Versi dalam Film Soe Hok Gie.
Puisi berjudul 'Sebuah Tanya' ini kemudian diadaptasi jadi satu lagu di album soundtrack film 'Gie'. Saya lupa judul pastinya, apakah masih sama berjudul 'Cahaya Bulan' dengan tanda kurung puisi. Puisi yang dibacakan dengan apik oleh sang pemeran utama 'Gie'. Berpadu indah dengan lengkingan vokal powerful dari Okta Tobing.
Pembawaan Nicholas Saputra @nicsap sebagai pengisi suara pembaca puisi dalam lagu ini mengingatkan saya pada puisi yang dibacakan Dian Sastro @therealdisastr dalam satu soundtrack film 'Ada Apa Dengan Cinta'. Potongan lirik terkenal disitu adalah 'pecahkan saja gelasnya, biar ramai, biar mengaduh sampai gaduh'. Entah, karena memang produser dan sutradara kedua film ini adalah orang yang sama sehingga ada nuansa serupa yang muncul dalam penggarapan soundtrack dan scoring musiknya.
Gie - Puisi Cahaya Bulan
Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
Apakah kau masih selembut dahulu...
Memintaku minum susu dan tidur yang lelap
Sambil membenarkan letak leher kemejaku
Kabut tipispun turun pelan-pelan di lembah kasih
Lembah Mandalawangi...
Kau dan aku tegak berdiri
Melihat hutan-hutan yang menjadi suram
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin
Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu...
Saat kudekap kau dekaplah lebih mesra...
Lebih dekat...
Apakah kau masih akan berkata...
Kudengar detak jantungmu
Kita begitu berbeda dalam semua
Kecuali dalam Cinta...
-------------------
Cahaya Bulan menusukku
Dengan ribuan pertanyaan
Yang takkan pernah kutahu
Dimana jawaban itu
Bagai letusan berapi
Bangunkanku dari mimpi
Sudah waktunya berdiri
Mencari jawaban... kegelisahan hati
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
Apakah kau masih selembut dahulu...
Memintaku minum susu dan tidur yang lelap
Sambil membenarkan letak leher kemejaku
Kabut tipispun turun pelan-pelan di lembah kasih
Lembah Mandalawangi...
Kau dan aku tegak berdiri
Melihat hutan-hutan yang menjadi suram
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin
Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu...
Saat kudekap kau dekaplah lebih mesra...
Lebih dekat...
Apakah kau masih akan berkata...
Kudengar detak jantungmu
Kita begitu berbeda dalam semua
Kecuali dalam Cinta...
-------------------
Cahaya Bulan menusukku
Dengan ribuan pertanyaan
Yang takkan pernah kutahu
Dimana jawaban itu
Bagai letusan berapi
Bangunkanku dari mimpi
Sudah waktunya berdiri
Mencari jawaban... kegelisahan hati